Kamis, 01 Agustus 2013

Cara Budidaya Tiram Mutiara

I. PENDAHULUAN 

Salah satu potensi besar yang ada di perairan Indonesia yang mempunyai prospek cerah untuk dibudidayakan adalah tiram mutiara (Pinctada maxima). Sampai saat ini eksploitasi tiram mutiara masih didominasi oleh penangkapan dari alam. Benih dari alam mempunyai karakteristik antara lain ukuran yang sangat bervariasi, dimana untuk ukuran besar dapat langsung siap operasi sedangkan untuk ukuran kecil masih perlu dibudidayakan lagi.

Selain itu juga kontinuitas suplai kurang terjamin karena keberadaan tiram mutiara dipengaruhi oleh musim. Hal ini sangat tidak menguntungkan karena tidak dapat menjamin kontinuitas produksi; keberadaan tiram mutiara dipengaruhi oleh musim, dan jika dieksploitasi terus menerus lama-kelamaan stock benih tersebut pasti akan menurun.


Kelangkaan tiram mutiara dan permintaan pasar mutiara yang terus meningkat telah mendorong perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam usaha budidaya tiram mutiara membutuhkan suplay tiram dalam jumlah besar untuk calon operasi (suntik), permintaan pasar pada umumnya berkisar pada ukuran tiram di atas 6 cm, dimana harganya mencapai Rp,.2.000,-/cm. Menghadapi situasi yang demikian sangatlah perlu diusahakan kegiatan yang mengarah pada kegiatan menghasilkan tiram mutiara ukuran 6-7 cm.

Kabupaten Lombok Barat dengan luas wilayah 2.215,11 km2  terdiri dari dari wilayah darat seluas 862,62 km2  dan perairan seluas 888,96 km2 yang dikelilingi garis pantai sepanjang 120 km serta pulau-pulau kecil (Gili) sebanyak 23 buah dan gosong (taket) sebanyak 62 buah, yang terbentang dari utara ke selatan dengan luas potensi pengembangan komoditas laut sekitar 2900 ha.

Bertitik tolak pada uraian diatas, maka untuk meningkatkan produksi dan produktivitas potensi lahan budidaya yang belum termanfaatkan, serta untuk mengurangi kemiskinan masyarakat sekitar, maka kegiatan budidaya pendederan tiram mutiara di Kabupaten Lombok Barat ini dapat dikembangkan. Di samping itu, Lombok Barat terdapat beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang budidaya tiram mutiara sehingga dalam pemasaran hasil produksi akan berjalan dengan lancer dan berkelanjutan.

II.TUJUAN
Tujuan          : Pengembangan budidaya tiram mutiara dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas lahan di Kabupaten Lombok Barat
Input            : Anggaran biaya untuk penyediaan input produksi seperti sarana dan prasarana dan
                      benih,
Output          : Termanfaatkannya potensi lahan budidaya tiram mutiara.
Outcome       : Meningkatkan produksi tiram mutiara, meningkatkan produktivitas lahan budidaya,mengurangi jumlah angka pengangguran serta meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

III.  TEKNIK BUDIDAYA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)
Metoda budidaya yang akan diterapkan sangat mendukung keberhasilan suatu usaha. Saat ini metoda budidaya tiram mutiara yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA).: Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya diperlukan sarana dan prasarana agar dapat memperlancar pelaksanaan kegiatan usaha budidaya tersebut. Adapun sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembesaran tiram pada KJA adalah sebagai berikut :

1.    Sarana dan prasarana budidaya

a.  Kerangka Rakit
Kerangka/rakit berfungsi untuk menggantungkan media pemeliharaan spat/siput tiram. Kerangka rakit dapat terbuat dari bahan bambu, kayu atau pipa besi yang telah dicat anti karat. Pemilihan bahan pembuat kerangka rakit ini tergantung pada ketersediaan bahan dilokasi. Bentuk dan ukuran kerangka rakit bervariasi tergantung dari jumlah spat yang akan dipelihara. Sebuah rakit biasanya terdiri empat – delapan buah lubang.

b.  Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan keseluruhan sarana budidaya, dapat digunakan pelampung dari bahan drum plastik, drum besi, atau sterofoam. Ukuran dan jumlah pelampung yang dipergunakan sesuai dengan besarnya beban dan daya apung dari pelampung, misalnya sebuah rakit dari ukuran bambu yang tediri dari enam buah kurungan  apung (3x3x3 m) diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 12 buah. Pelampung diikatkan pada rakit dengan tali polyethylene (PE) yang bergaris tengah 0,8–1,0 cm.

c.  Spat kolektor
Spat kolektor adalah bahan yang digunakan untuk tempat menempel spat, yang terbuat dari bahan serabut tali PE (PolyEthylene), asbes gelombang, atau bilah pipa peralon. Jika bahan kolektor dari bahan serabut tali atau bahan lain yang berbentuk serabut, maka harus digunakan tempat dari kerangka besi/kawat ukuran 40-50 cm. Penggunaan bilah pipa peralon dapat dibuat dengan cara : pipa peralon dengan panjang 30 – 50 cm dan diameter 2-3 inci dibelah menjadu dua, selanjutnya bilah-bilah pipa diikat dengan tali sepanjang 40-50 cm.

d. Keranjang Pemeliharaan
Pemeliharaan siput dapat dilakukan pada keranjang-keranjang pemeliharaan yang digantung pada rakit terapung. Bahan yang digunakan untuk keranjang biasanya terbuat dari kawat tahan karat atau jaring. Keranjang pemeliharaan induk terbuat dari kawat galvanizer, atau yang lebih baik lagi jika dilapisi plastik atau aspal, sehingga daya tahannya dapat mencapai 2 – 2,5 tahun. Ukuran keranjang 25 x 25 x 60 cm. Satu keranjang pemeliharaan dapat diisi siput  ukuran 6 -8 (DVM) sebanyak 15 ekor.
Sedangkan untuk pendederan atau pemeliharaan spat yang baru dipindah dari hatchery dapat digunakan keranjang jaring ukuran 40 x 60 cm. Spat berukuran 2 – 3 cm (DVM) dipelihara dalam keranjang dengan lebar mata jaring 0,5 – 1 cm. Lebar mata jaring yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan ukuran spat, semakin besar ukuran spat maka semakin besar pula ukuran mata jaring, sehingga sirkulasi air dapat terjaga dengan baik.

e.  Jangkar
Jangkar berfungsi untuk menahan keseluruhan sarana budidaya agar tetap pada tempatnya. Jangkar yang digunakan harus mampu menahan sarana budidaya dari pengaruh arus, angin, gelombang. Jangkar dapat dibuat dari besi, kurungan yang berisi pasir atau blok semen/beton.
Pemakaian jenis dan jumlah jangkar tergantung dari jumlah besarnya arus/angin, kondisi dasar perairan, kedalaman air dan besarnya sarana budidaya. Tali pengikat jangkar dapat digunakan tali polythlene dengan diameter 3–5 cm dan panjangnya 3–4 kali dari kedalaman perairan.

f.  Prasarana
Prasarana yang digunakan untuk mendukung usaha pendederan tiram mutiara terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan. Prasarana tersebut meliputi transportasi darat untuk benih dan hasil panen yang akan dijual, listrik untuk penerangan, gudang penyimpanan barang, serta mess  darat, air tawar untuk konsumsi, mencuci peralatan kerja dan, telepon untuk komunikasi dengan dunia luar seperti transaksi pengadaan benih atau penjualan hasil panen.

III. ANALISIS USAHA PRODUKSI TIRAM MUTIARA UKURAN 5-7 cm
Kegiatan pendederan tiram mutiara yang akan dilakukan adalah terfokus untuk kegiatan pendederan dimana target produksinya adalah menghasilkan siput/tiram ukuran 5-7 cm untuk setiap siklus produksi. Sebelum memulai suatu kegiatan usaha, maka harus melakukan analisis berdasarkan pengalaman teknis pada saat bekerja dan studi banding dengan beberapa literatur yang ada, sehingga rencana usaha dan target yang ditetapkan tentunya sangat komperensif dan real sesuai dengan kondisi lapangan saat ini. Adapun asumsi dan persyaratan dalam analisis usaha ini, adalah sebagai berikut :
Dalam satu siklus membutuhkan waktu 6-8 bulan.
Penebaran spat kolektor sebanyak 120.000 spat/300 kolektor dengan ukuran spat 2-4 mm, kepadatan rata-rata 400 spat/kolektor. Dengan harga kolektor Rp.30.000,/kg.
  1. Jumlah kolektor yang turun laut sebanyak 300 kolektor (substrat penempelan spat ukuran 30x40 cm)
  1. Asumsi rata-rata pertumbuhan spat : panjang 1 cm/bulan
  1. Tingkat kelangsungan hidup (SR) 17 %
  2. Pemanenan dilakukan ketika waktu pemeliharaan sudah mencapai 6-7 bulan (1 siklus) dengan rata-rata panjang lsiput 5-7 cm/ekor, dan jumlah total panen sebanyak 20.400 ekor siput. Sedangkan harga jual siput ukuran 5-7 cm adalah Rp.2.000,-/cm.
  1. Asumsi-asumsi teknis diatas diambil dengan tingkat yang paling rendah, maka di dalam pelaksanaan kegiatan usaha budidaya, nilai produksi bisa jadi akan lebih tinggi dari asumsi diatas.
  1. Kelayakan usaha diperhitungkan berdasarkan Analisa laba rugi, B/C ratio, Break Even Point (BEP), dan Pay Back Periode (PBP).
Didalam kegiatan usaha pendederan tiram dibutuhkan kajian atau analisis usaha. Analisa usaha merupakan perhitungan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan suatu usaha. Pada analisa usaha pendederan tiram mutiara dimulai dengan menghitung biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha dan keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut. Adapun biaya-biaya yang dihitung adalah :

A.     Biaya Investasi dan Penyusutan
Investasi awal merupakan modal yang harus disediakan sebelum melakukan kegiatan produksi atau usaha yaitu pada tahun ke-0 (tahun pendirian usaha). Unsur-unsur yang termasuk dalam biaya investasi yaitu peralatan berhubungan dengan produksi dan harus disediakan sebelum proses produksi dimulai. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha pendederan tiram mutiara adalah Rp.176.500.000,- dan biaya penyusutannya adalah Rp.14.659.259,-/siklus.

B.   Biaya Operasional
Biaya operasional dibagi menjadi dua macam yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pendederan tiram tiap siklusnya adalah sebesar Rp.33.112.666,- dan biaya tidak tetapnya adalah Rp.26.480.000,-

C.     Analisa Laba Rugi
Hasil produksi menghasilkan siput sebanyak 20.400 ekor/siklus. Perhitungan penjualannya adalah :
-          Siput ukuran 5 cm x Rp.2.000/cm x 5000 ekor    = Rp.50.000.000,-
-          Siput ukuran 6 cm x Rp.2.000/cm x 10.000 ekor = Rp.120.000.000,-
-          Siput ukuran 7 cm x Rp.2.000/cm x 5.400 ekor   = Rp.75.600.000,-
                     Total Produksi                                        = Rp.245.600.000,-
Jadi pendapatan yang diperoleh dalam 1 siklus sebesar Rp.245.600.000,-
Analisa laba rugi                  =  Pendapatan – Biaya Total Operasional
                                         =  Rp.245.600.000,- Rp.52.725.259
                                         =  Rp.192.874.741,-
Jadi, usaha pendederan tiram mutiara mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp.192.874.741,-/siklus.

D.   Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Analisis B/C ratio dapat digunakan untuk menilai layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Bila nilai B/C yang diperoleh sama dengan 1 (satu), berarti titik impas (cash in flows sama dengan cash out flows), sehingga perlu pembenahan. Jika nilai B/C ratio lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan usaha/proyek tersebut layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari 1 (satu) berarti tidak layak untuk dikerjakan.
B/C ratio           =  Rp.245.600.000 (Total Pendapatan) : Rp.52.725.259 (Total Biaya Operasional)
                       = .4.65 (feasible)
Dari perhitungan B/C ratio dapat diketahui bahwa nilai B/C ratio pada usaha pendederan tiram mutiara tersebut menguntungkan atau feasible (go) untuk dijalankan yaitu pada angka 4.65 Artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp. 1,- akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.4,65,-. Bila B/C ratio < 1 usaha tidak layak untuk dijalankan, B/C ratio > 1 usaha tersebut menguntungkan sehingga usaha dapat dilanjutkan.

E.     Break Even Point (BEP)
Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume produksi dan minimum harga penjualan pasar dimana pada titik tersebut proyek tidak untung dan tidak rugi (total revenue = total cost). Selama proyek/perusahaan masih berada di bawah titik BEP, selama itu juga perusahaan tersebut masih mengalami kerugian.
Untuk menghitung BEP dapat digunakan rumus dibawah ini :
Break Even Point produksi : = Rp.52.725.259 : Rp.12.000 (harga rata-rata per siput)
                                      = 4.340 ekor/siklus
Break Even Point harga: = Rp.52.725.259 : 20400 ekor
                                 = Rp,2.584,/ekor.
Maka, usaha pendeeran tiram mutiara akan mengalami titk impas ( BEP ) pada saat produksi menghasilkan 4.340 ekor/siklus dan harga jual Rp 2.584,/ekor.

F. Analisa Pay Back Period ( PBP )
Analisa Pay Back Period adalah waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembalikan investasi. Suatu indikator yang dinyatakan dalam ukuran waktu yaitu berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi yang dikeluarkan. Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah proyek, semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar dalam perputaran modal.

V.  Kesimpulan
Dari hasil analisis usaha budidaya tiram mutiara dengan anggaran biaya investasi Rp.882.500.000, biaya operasional per siklus produksi Rp.263.626.259,- akan memanfaatkan potensi lahan budidaya seluas 860 m2, dengan pemberdayaan anggota kelompok 25 orang, kebutuhan benih/spat tiram mutiara 600.000 spat/siklus, dengan target produksi sebanyak 102.000 ekor/siklus dan tentunya akan memberikan pendapatan bagi masyarakat (anggota kelompok) sebesar Rp.38.574.948/orang/siklus.

Semoga Bemanfaat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar